Selasa, 21 Desember 2010

Aplikasi DNA dalam Analisis Kejahatan Forensik


Sering kali kita beranggapan bahwa ilmu sosial tidak ada hubungannya dengan ilmu sains. Namun, sebenarnya kedua ilmu tersebut saling berhubungan. Salah satu contoh penerapan ilmu sains dalam bidang forensik hukum adalah analisis pelaku kejahatan melalui metode DNA fingerprint.
Asam deoksiribonukleat, atau yang lebih dikenal dengan DNA tidak asing lagi bagi masyarakat awam. DNA adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah sebuah penemuan yang diaplikasikan pada DNA fingerprint yang merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap individu. Setiap individu memiliki DNA yang berbeda-beda. Dalam kasus kejahatan DNA yang digunakan dapat berasal dari mitokondria ataupun intisel tergantung pada jenis kejahatan.

Bagian-bagian tubuh yang dapat digunakan untuk analisis forensik adalah epitel bibir, sperma, rambut, darah, daging, tulang, kuku dan lain sebagainya tergantung apa yang ditemukan ditempat kejadian pelaku kejahatan. Langkah-langkah yang dilakukan sama seperti metode analisis analisis kimkia lainnya yang dilakukan harus dalam keadaan steril. Langkah pertama adalah isolasi DNA menggunakan phenolchloroform untuk barang bukti berupa cairan seperti darah dan Chilex digunakan untuk barang bukti berupa sampel padat seperti rambut dan kuku.

Hasil isolasi DNA kemudian dimasukan dalam mesin PCR utnuk dianalisis. PCR (Polymerase chains reaction) adalah suatu metode in vitro untuk mensintesis asam nukleat dengan cara mereplikasi atau mengamplifikasi suatu segmen DNA yang spesifik. Metode ini membutuhkan pasangan primer oligonukleotida, yang akan menentukan fragmen DNA mana yang akan di amplifikasi. Dengan metode ini, DNA dapat diamplifikasi sampai jutaan kopi dengan cepat dan tepat. Produk dari PCR merupakan suatu fragmen DNA yang cukup untuk digunkan pada kloning gen, digesti DNA dengan enzim restriksi, elektroforesis dan sekuensing.

Prinsip dasar kerja PCR yaitu pasangan primer menghibridisasi sekuens komplemen terget pada rantai DNA yang sebelumnya telah terdenaturasi. Sintesis DNA kemudian berlangsung dengan bantuan enzim polimerase di sepanjang daerah diantara primer. PCR dilaksanakan dengan cara menginkubasi sample pada 3 temperatur yang berbeda pada 3 tahap, dalam suatu siklus PCR, yaitu tahap denaturasi, annealing ( penempatan/pemasangan primer) dan ektention. Tahap denaturasi dilakukan dengan memanaskan DNA pada suhu 95 oC sehingga rantai DNA dapat berpisah karena rusaknya ikatan hidroksi antara basa-basa yang komplementar. Tahap berikutnya adalah annealing dilakukan dengan memasangkan primer pada tempat yang berkomplementer dengan rantai tunggal DNA. Sedangkan tahap extention adalah proses pemanjangan rantai baru DNA yang berkomplementer dengan bantuan enzim DNA polymerase sehingga terbentuk suatu fragmen rantai ganda DNA yang spesifik. Berikut skema tahapan reaksi pada PCR :

Hasil akhir dari PCR adalah copyan DNA dari DNA sampel. Selanjutnya copyan DNA ini dikarakterisasi dengan elekroforesis untuk melihat pola pitanya. Setiap orang memiliki pola pita DNA yang berbeda sehingga pelaku kejahatan dapat ditemukan. Metode DNA fingerprint memang dapat menemukan pelaku kejahatan secara pasti karena DNA setiap orang berbeda. Namun, kelemahannya adalah metode ini tidak dapat digunakan bila tempat TKP terkontaminasi DNA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Narsizzz..... ^_^

You Love Me