Kamis, 30 Desember 2010

Koloida

6.1. Tipe-tipe sistem koloid
6.2. Sifat optik koloid
6.3. Sifat kinetis koloid
6.4. Sifat elektris koloid

PENDAHULUAN

Sistem Terdispers
            Sistem terdispers terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai  fase terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium dispersi. Bahan-bahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan ukuran dari partikel-partikel berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel yang ukurannya diukur dalam milimeter. Oleh karena itu, cara yang paling mudah untuk menggolongkan sistem terdispers adalah berdasarkan garis tengah partikel rata-rata dari bahan terdispers. Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yakni: dispersi molekuler, dispersi koloid, dan dispersi kasar. Jangkauan ukuran untuk golongan-golongan ini, berikut sifat-sifatnya dapat dilihat pada tabel ~1. Namun, batas ukuran agak kabur, tidak ada batas yang jelas antara dispersi molekuler dan dispersi koloid atau antara dispersi koloid dan dispersi kasar.    

Tabel 1 Penggolongan Sistem Terdispers Berdasarkan Ukuran Partikel
Golongan
Jangkauan Ukuran Partikel
Sifat Sistem
Contoh
Dispersi molekuler
Kurang dari 1,0 nm (mm)
Partikel tidak terlihat dalam mikroskop elektron, dapat melewati ultrafiltrasi dan membran semipermiabel; mengalami difusi cepat.
Molekul oksigen, ion-ion umumnya,glukosa
Dispersi koloid
1,0 nm(mm) sampai 0,5 mm (m)
Partikel tidak terlihat mikroskop biasa walaupun mungkin dapat dideteksi dibawah ultra-mikroskop, terlihat dalam  mikroskop elektron, dapat melewati kertas saring tp tidak dapat melewati membran semi permeabel; difusi berlangsung sangat lambat 
Sol perak koloidal, polimer alam dan polimer sintetis
Dispersi kasar
Lebih besar dari 0,5 mm (m)
Partikel dapat dilihat dibawah mikroskop, tidak dapat melewati kertas saring normal atau mendialisis melalui membran semi permeabel, partiel tidak mendifusi
Butir-butir pasir, emulsi dan suspensi farmasetik umumnya, sel-sel darah merah

Ukuran dan Bentuk Partikel Koloid
            Partikel yang terletak dalam jangkauan ukuran koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar dibandingkan dengan luas permukaan partikel-partikel yang lebih besar dengan volume yang sama. Jadi, suatu kubus yang mempunyai sisi 1 cm dan volume 1 cm3 mempunyai luas permukaan 6 cm2. Jika kubus yang sama dibagi-bagi lagi menjadi kubus-kubus kecil, yang masing-masing mempunyai sisi 100 cm, volume total tetap sama, tapi luas permukaan total meningkat menjadi 600.000 cm2. Dengan demikian luas permukaannya meningkat 105 kalinya. Untuk membandingkan secara kuantitatif luas permukaan dari bahan yang berbeda, digunakan batasan luas permukaan spesifik. Luas permukaan spesifik didefinisikan sebagai luas permukaan per unit berat atau volume bahan. Dalam contoh yang baru saja diberikan, sampel pertama mempunyai luas permukaan spesifik 6 cm2/cm3 sedangkan sampel kedua mempunyai luas permukaan spesifik 600.000 cm2/cm3. Luas permukaan yang besar ini mengakibatkan sifat-sifat unik dari dispersi koloid. Sebagai contoh, platina efektif sebagai katalis hanya bila dalam bentuk koloid sebagai platina hitam. Ini karena katalis bekerja dengan mengadsorpsi reaktan pada permukaannya. Oleh karena itu, aktivitas katalitis berhubungan dengan luas permukaan spesifiknya. Warna dispersi koloid berhubungan dengan ukuran partikel yang ada. Misalnya emas, dalam bentuk sol emas akan berwarna merah, tapi bila ukurannya meningkat akan menjadi kuning jika ukuran partikel berkurang sehingga ukuran partikelnya berubah dari ukuran serbuk kasar menjadi ukuan partikel yang berada pada daerah koloid.
            Karena ukurannya, partikel koloid bisa dipisahkan dari partikel molekuler dengan relatif mudah. Cara pemisahan ini dikenal sebagai dialisis. Dialisis menggunakan membran kolodion atau selofan. Ukuran pori akan mencegah lewatnya partikel-partikel koloid, tapi molekul-molekul kecil dan ion, seperti : urea, glukosa, dan natrium klorida, dapat melewatinya. Prinsip ini dilukiskan dalam Gambar 17-1, yang menunjukkan bahwa pada kesetimbangan, bahan koloid tinggal dalam kompartemen A, sedangkan bahan subkoloid didistribusikan sama pada kedua sisi membran. Dengan menghilangkan cairan dalam kompartemen B secara terus-menerus, akan didapat bahan koloid pada kompartemen A yang bebas dari pengotoran koloid dalam hal ini hanya tinggal mengumpulkan larutan dari kompartemen B. Ultrafiltrasi juga digunakan untuk memisahkan dan memurnikan bahan koloid. Menurut satu variasi dari metode tersebut, filtrasi dilaksanakan di bawah tekanan negatif (dengan pengisapan) melalui suatu membran dialisis yang disangga dalam suatu corong Buchner. Bila dialisis dan ultrafiltrasi digunakan untuk menghilangkan pengotoran bermuatan, proses ini dapat dipercepat dengan menggunakan suatu potensial listrik di seberang membran. Proses ini disebut elektrodialisis.
            Dialisis telah banyak digunakan akhir-akhir ini untuk mengkaji ikatan bahan yang berarti secara farmasetik ke partikel-partikel kolid. Dialisis terjadi juga dalam makhluk hidup. Jadi, ion-ion dan molekul-molekul kecil dapat segera lewat dari darah ke cairanjaringan melalui membran semipermeabel. Komponen koloid dari darah tetap tinggal dalam sistem kapiler. Prinsip dialisis digunakan dalam ginjal buatan, yang menghilangkan pengotoran dengan berat molekul kecil dari tubuh dengan melewati membran semipermeabel.
            Bentuk yang diambil oleh partikel koloid dalam dispersi adalah penting karena makin dikembangkan partikel tersebut, akan makin besar luas permukaan spesifiknya dan akan makin besar pula kesempatan untuk berkembangnya kekuatan tarik-menarik antara partikel dari fase terdispersi medium dispersi. Suatu partikel koloid seperti landak kecil dalam lingkungan yang baik, partikel tersebut akan mengurangi dan memberikan luas permukaan maksimum. Pada keadaan yang kurang baik, ia akan menggulung dan mengurangi luas permukaannya. Sifat-sifat seperti aliran, sedimentasi, dan tekanan osmotis dipengaruhi oleh perubahan bentuk partikel-partikel koloid.

Penerapan Farmasetik dari Koloid.      

Obat-abat tertentu ter­nyata mempunyai sifat terapeutis yang tidak biasa atau meningkat bila diformulasi dalam keadaan koloid. Perak klorida koloidal, perak lodida, perak protein merupakan pembunuh kuman yang efektif dan tidak menyebabkan iritasi, ini merupakan karakteristik dari garam-garam perak dalam bentuk ion. Serbuk belerang kasar sukar diabsorpsi bila diberikan per oral, namun dosis yang sama dari sulfur tersebut dalam bentuk koloid bisa diabsorbsi sempurna sehingga menyebabkan reaksi toksis dan bahkan kematian. Tem­baga koloidal digunakan dalam pengobatan kanker, emas koloidal sebagai zat pendiagnosis paresis, serta air raksa dalam bentuk koloid digunakan untuk sifilis.
Banyak polimer alam dan sintetis yang digunakan dalam pe­ngerjaan farmasetis kontemporer. Polimer merupakan makro­-molckul yang dibentuk oleh polimerisasi atau kondensasi dari rnolekul yang lebih kecil, yang bersifat bukan koloid. Protein me­rupakan koloid alam yang penting dan terdapat dalam tubuh se­bagai komponen otot, tulang dan kulit. Protein plasma berperan penting untuk ikatan molekul-molekul obat tertentu yang akan mempengaruhi aktivitas farmakologis dari obat tersebut. Makro­molekul tumbuhan yang terjadi secara alami seperti amilum dan selulosa yang digunakan sebagai bahan pembantu farmasetik mampu berada dalam keadaan koioid. Hidroksietilamilum (HES) merupakan makromolekul yang digunakan sebagai pengganti plasma. Polimer sintetis lainnya digunakan sebagai bahan penyalut pada bentuk sediaan padat untuk melindungi obat yang tidak ­tahan terhadap lembab atau yang mengalami degradasi pada ke­adaan asam di lambung. Elektrolit koloidal (zat aktif-permukaan) kadang-kadang digunakan untuk mempertinggi kelarutan, stabi­litas, dan rasa dari senyawa-senyawa tertentu dalam preparat far­masetik dalam air dan dalam minyak:
TIPE SISTEM KOLOID
Sistem koloid bisa digolongkan menjadi tiga golongan ber­dasarkan interaksi partikel-partikel, molekul-molekul atau ion­ion dari fase terdispers dengan molekul-molekul dari medium dis­persi.

Koloida Liofilik
Sistem mengandung partikel-partikel koloid yang banyak berinteraksi dengan medium dispersi dikenal sebagai koloida lioftlik (suka-pelarut). Karena afinitasnya terhadap medium dispersi, bahan-bahan tersebut membentuk dispersi, koloid, atau.sol dengan relatif mudah. Jadi, sol koloidal liofilik biasanya diperoleh hanya dengan melarutkan bahan dalam pelarut yang di­gunakan. Sebagai contoh, disolusi gom atau gelatin dalam air atau seluloid dalam amil asetat akan membentuk suatu sol.                                                                                 .
Berbagai sifat dari galongan koloid ini disebabkan oleh tarik­menarik antara fase terdispers dan medium dispersi yang mengakibatkan solvasi, menempelnya molekul pelarut ke molekul fase terdispers. Akan halnya koloida hidrofilik, di mana air sebagai medium dispersi,, hal ini disebut hidrasi. Kebanyakan koloida lio­filik adalah molekul organik, misalnya, gelatin, gom, insulin, al­bumin, karet, dan polistiren. Dari semua contoh ini, empat yang pertama menghasilkan koloida liofilik dalam media dispersi air (sol hidrofilik). Karet dan polistiren membentuk kolaida liofilik dalam pelarut organik, bukan air: Bahan-bahan ini dikenal sebagai koloida liofilik, bukan air. Contoh ini menggambarkan titik pen­ting bahwa batasan:liofilik hanya berarti bila diterapkan ke bahan terdispers dalam suatu medium dispersi spesifik. Suatu bahan yang membentuk suatu sistem koloidal liofilik dalam satu cairan (misal: air), tidak akan bertindak demikian dalam- cairan lain (misal: benzen).

Koloida Liofobik
Golongan kedua dari koloid ini tersusun dari bahan yang jika ada ada mempunyai tarik-menarik kecil terhadap medium dispersi. Golongan ini disebut koloida liofobik (benci pelarut) dan dapat diramalkan sifatnya berbeda dengan koloida liofilik. Ini terutama karena tidak adanya selimut pelarut di sekeliling partikel. Koloida liofobik umumnya te.rsusun dari partikel-partikel anorganik yang terdispers dalam air.  Contoh bahan-bahari tersebut adalah emas, pefak, belerang, arsen (11) sulfida, dan perak iodida.
            Sebaliknya dari koloida liofilik, di sini perlu menggunakan metode khusus untuk menyiapkan koloida liofobik. Yakni
(a)  metode dispersi, di mana partikel-partikel kasar direduksi ukuran­nya, dan
(b) metode kondensasi, di mana bahan-bahan berdimensi subkoloid diagregasi menjadi partikel-partikel yang berada pada daerah ukuran koloid.
Dispersi dapat dicapai dengan menggunakan generator ultrasonik yang berintensitas tinggi yang bekerja pada frekuensi lebih dari 20.000 putaran per menit. Metode dis­persi yang kedua meliputi produksi lengkung listrik dalam suatu cairan. Karena panas yang kuat dihasilkan oleh lengkung tersebut, sebagian dari logam elektroda didispersikan sebagai uap, yang mengkondensasi membentuk partikel koloid. Proses penggilingan (milling dan grinding) juga bisa digunakan, walaupun efisiensinya rendah. Penggiling koloid (colloid mill), di mana bahan diiris anta­ra dua set lempeng yang berdekatan, hanya mengurangi sebagian kecil dari total partikel ukuran partikel koloid.
Syarat terbentuknya koloida liofobik dengan cara kondensasi adalah adanya keadaan lewat jenuh dengan derajat yang tinggi diikuti dengan pembentukan dan pertumbuhan inti: Keadaan ­lewat jenuh bisa dibuat dengan menukar pelarut atau mengu­rangi temperatur. Sebagai contoh, jika belerang dilarutkan dalam alkohol, kemudian larutan pekat ini dituangkan ke dalam air berlebih, akan terbentuk banyak inti kecil dalam larutan lewat jenuh tersebut. Ini tumbuh dengan cepat membentuk suatu so1 koloid. Metode kondensasi yang lain bergantung pada suatu reaksi kimia, seperti reduksi, oksidasi, hidrolisis, atau penguraian rangkap. Jadi larutan netral atau sedikit alkali dari garam-garam logam mulia, jika direaksikan dengan suatu zat pereduksi seperti fotmaldehida atau pirogalol, akan membentuk atom-atom Yang bergabung membentuk agregat bermuatan. Oksidasi hidrogen sul­fida menghasilkan pembentukan atom belerang dan mempro­duksi suatu sol belerang. Jika suatu larutan besi (III) klorida di­tambahkan ke dalam air dengan volume besar, akan ter`jadi hidro­lisis dengan pembentukan suatu sol besi (III) oksida hidrat. Garam kromium dan aluminium juga terhidrolisis dengan cara ini. Akhir­nya, penguraian rangkap antara hidrogen sulfida dan asam arsenit menghasilkan suatu sol arsen (II) sulfida. Jika digunakan hidrogen sulfida berlebih, ion HS-- teradsorpsi pada partikel-partikel ter­sebut, ini menghasilkan suatu muatan negatif yang besar pada partikel, sehingga mengakibatkan pembentukan suatu. sol yang stabil.

Koloid Gabungan
Koloid gabungan atau koloid amfifilik me­rupakan golongan ketiga dari penggolongan koloid. Seperti kita lihat dalam bab 16 yang berhubungan dengan gejala antarmuka (hlm: 939), molek-molekul atau ion-ion tertentu .disebut am­fifil atau zat aktif permukaan. Amfifil atau zat aktif-permukaan ini berciri mempunyai dua daerah yang berbeda yang melawan afinitas larutan dalam molekul atau ion yang sama. Jika ada dalam suatu medium cair dengan konsentrasi rendah, amfifil berada ter­pisah dan mempunyai ukuran seperti subkoloid. Jika konsentrasi ditingkatkan, terjadi agregasi pada suatu jangkauan konsentrasi yang sempit. Agregat ini, yang bisa mengandung 50 monomer atau lebih, disebut misel. Karena garis tengah dari tiap misel ada­lah 50 A, misel berada dalam daerah ukuran koloid. Konsentrasi di mana misel ini terbentuk disebut konsenstrasi misel kritis (critical micelle concentration) atau cmc
Fenomena terbentuknya misel dapat diterangkan sebagai ber­ikut: Di bawah cmc, konsentrasi amfifil yang mengalarni adsorpsi pada antarmuka udara-air meningkat pada waktu konsentrasi total amfifil dinaikkan. Akhirnya tercapai suatu titik di mana antarmuka dan fase bulk keduanya menjadi jenuh dengan mo­nomer. Ini adalah cmc. Tiap penambahan amfifil selanjutnya yang melebihi konsentrasi ini akan mengagregasi membentuk misel dan energi bebas sistem dikurangi dengan cara ini. Efek miselisasi pada beberapa sifat fisik larutan yang mengandung zat aktif ­permukaan dapat dilihat pada Gambar 17-3. Perlu dicatat bahwa tegangan permukaan menurun sampai ke cmc: Dari persamaan ad­sorpsi Gibbs (hlm. 944), ini berarti meningkatnya adsorpsi antar­muka. Di atas cmc, tegangan permukaan pada pokoknya tetap konstan, yang menunjukkan bahwa antarmuka menjadi jenuh dan terbentuk misel.
Daiam hal amfifil di dalam air, rantai hidrokarbon menghadap ke dalam misel, jadi pada dasarnya rantai tersebut menghadap lingkungan hidrokarbonnya. Bagian-bagian polar dari amfifil mo­ngelilingi inti hidrokarbon ini dan berhubungan dengan molekul-­molekul air dari fase kontinu. Agregasi juga terjadi dalam cairan­-cairan nonpolar. Tetapi molekul-molekul tersebut sekarang di­balik, kepala polar menghadap ke dalam, sedangkan rantai-rantai hidrokarbon berhubungan dengan fase kontinu yang bersifat non­polar. Keadaan ini terlihat dalam Gambar, 17-4, yang juga menunjukkan beberapa bentuk yang dipostulatkan untuk misel: Tampak­nya misel yang berbentuk bulat berada pada konsentrasi yang relatif dekat dengan cmc. Pada konsentrasi yang lebih tinggi cen­derung terbentuk misel laminar dan bentuk misel ini:berada dalam kesetimbangan dengan misel bulat. Janganlah menganggap misel sebagai partikel padat. Masing-masing molekut yang membentuk misel berada dalam kesetimbangan dinamis dengan monomer­
                                                                -                                                  : Ospersi:






















normal atau mendiatisis               umumnya,:el­metaleii membran semi-        ael dersh merah. pemoeabel; partikei-pertikel
tidak mendifua
"_Hintodifikaa rFAri Oswald; JCUWJ 1Co))oid:chemieches Taschenbuch sePerli kufip sebagian dari H.B. Weiser: Collou! Cherrristry, 2nd Edition, wiley,New York, 1949.
tM&rometer (,Um) sebelumnya dikenal sebagai milcron (U), adalah auatu unit.pan­jang yang same dengan seperseribu mrlimeter atau 10-3 mm. Nanometer (nm), sebelum­nya dilcenal aebagai mdimjlcron (mp), adgtah-perAeribu mikron atau 10-6 mm. Sedanjut-    -
nya, l cm eama dengm 104 Etu atau 107 nm.
koloid atau antara dispersi koloid dan dispersi kasar. Sebagai contoh, molekul-molekul makro tertentu, seperti polisakarida, protein, dan polimer umumnya, mempunyai ukuran yang cukup untuk dimasukkan baik dalam dispersi molekular maupun dalam . dispersi kaloid. Beberapa suspend dan emulsi bisa mengandung suatu jangk,auan ukuran partikel dari mulai ukuran partikel-part;;7cel kecil yang terletak pada daerah koloid sampai parti~el-partikel yang berukuran besar yang terletak dalam daerah ukurari partikel kasar.`
:
988        Farnes+si Fisik
SIFAT-SIFAT OPTIK KOLOID
Efek Faraday-Tyndall.           
Bila suatu berkas cahaya yang kuat dilewatkan meialui sol koloid, akan terlihat suatu kerucut yang di­hasilkan dari pemendaran cahaya oleh partikel-partikel koloid._Hal ini disebut Efek Faraday-Tyndall.
          Ultramikroskop; dikembangkan oleh Zsigmondy. Dengan alat ini dapat diuji titik-titik cahaya yang menimbulkan kerucut Tyndall. Seberkas cahaya yang kuat dilewatkan melalui sol yang berlatar belakang pelap dari sudut kanan ke bidang pengamatan. Walaupun partikel=partikel tidak dapat dilihat secara langsung, namun dapat            , diamati- spot terang yang sesuai dengan partikel, serta dapat di­hitung.
Mikroskop Elektron. Sekarang, penggunaan ultramikroskop sudah berkurang, karena ultramikroskop seringkali tidak dapat di­gunakan untuk melihat koloida liofilik. Mikroskop elektron seka­rang banyak digunakan untuk mengamati ukuran, bentuk dan struktur partikei-partikel koloid. Mikroskop elektron mampu menghasilkan gambar partikel-partikel secara aktual, bahkan mendekati dimensi molekular.
Keberhasilan mikroskop elektron karena daya resolusinya yang tinggi, yang bisa didefinisikan sebagai batasan d, jarak tetke­cil dua objek dipisahkan tapi masih tetap dapat dibedakan. Ma­kin kecil panjang-gelombang radiasi yang digunakan, makin kecil d dan makin besar daya resalusi-nya. Mikroskop optik meng­gunakan cahaya tampak sebagai sumber sinar dan hanya sanggup meresolusi dua partikeL yang dipisahkan oleh kixa-kira 2000 A. Sumber sinar mikroskap elektron adalah seberkas elektron yang berenergi tutggi dan mempunyai panjang-gelombang pada daerah 0,1 A. Dengan peralatan tersebut, menghasilkan d kira-kira 5 A, suatu kekuatan resolusi yang jauh meningkat melebihi mikroskop optik.

Pemendaran Cahaya (Light Scattering). Sifat ini berdasarkan efek Tyndall-Faraday dan merupakan metode yang banyak diguna­kan untuk menentukan berat molekul koloid. Sifat ini juga diguna­kan untuk memperoleh informasi seperti bentuk dan ukuran par­tikel. Pemendaran dapat diuraikan dalam batasan kekeruhan, T, yakni penurunan fraksional intensitas karena pemendaran ketika cahaya melewati l cm larutan. Pada suatu konsentrasi fase ter­dispers tertentu, kekeruhan sebanding dengan berat molekul koloida liofilik. Karena kebanyakan koloida liofilik mempunyai turbiditas (kekeruhan) reudah, maka relatif lebih mudah meng­ukur cahaya yang terpendar pada suatu sudut tertentu terhadap berkas sinar, bukan mengukur cahaya yang ditransmisikan.
Kekeruhan kemudian dapat dihitung dari intensitas cahaya yang tersebar dengan syarat dimensi partikel kecil dibandingkan dcngan panjang-gelombang yang digunakan. Berat molekul koioid bisa didapatkan diiri pefsamaan berikut:
Hc/r = l /M + 2Bc
di mana r adalah kekeruhan, c konsentrasi zat terlarut dalam g/etn3 larutan. M berat molekul rata-rata berat dan B konstanta interaksi (lihat tekanan osmotis, hlm. 922-944). H adalah konstanta untuk suatu sistern terterttu dan sama dengan
32p3n2 (dn/dc)2/3l4 N

di mana n adaiah indeks refraksi larutan dengan konsentrasi c pada suatu panjang-gelombang dalam cm-1 (dn/dc) adalah per­ubahan dalam indeks refraksi dengan konsentrasi pada c, dan N adalah bilangan Avogadro: Plot Hc/r terhadap konsentrasi mengha­silkan suatu garis lurus dengan kemiringan 2B. 1/M merupakan in­tersep pada sumbu Hc/r. Kebalikan dari intersep tersebut merupa­kan berat molekuI koloid.
Bila molekul asimetris, intensitas cahaya tersebut bervariasi dengan berbedanya sudut pengamatan. Dengan data tersebut dapat diperkirakan bentuk dan ukuran partikel. Pemendaran sinar telah digunakan untuk -menyelidiki protein, polimer sintetis, koloid gabungan, dan sol liofobik.
Chang dan Cardinal' inenggunakan pemendaran sinar untuk mengkaji pola penggabungan-sendiri (self-association) dalam larut­an air dari garam-garam empedu, natrium deoksikolat dan natrium taurodeoksikolat. Analisis data menunjukkan bahwa garam­garam empedu bergabung membentuk dimer, trimer, dan tetramer serta agregat yang lebih besar dengan ukuran yang_ berbeda-beda.
Warna mencolok dari kebanyakan koloid disebabkan aleh absorbsi cahaya dengan panjang-gelombang tertentu. Dispersi ko­loid emas klonda tereduksi berwarna merah gelap; Ag proteinat, larutan Argirol dan larutan Protargol berwarna coklat, serta dispersi koloid perak iodide berwarna kuning,


                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Narsizzz..... ^_^

You Love Me