Senin, 10 Januari 2011

Berhati-Hati dalam Meracik Obat...

Obat racikan atau puyer kini menjadi perbincangan hangat di masyarakat, sehingga anggota dewan dan menteri kesehatan pun harus ikut memberikan komentar. Resiko itu bisa timbul mulai dari kebersihan alat alat maupun tangan si pembuatnya, sisa obat yang mungkin masih menempel di tempat penumbukan, takaran obat yang diracik diragukan ketepatannya sampai dengan reaksi kimia dari obat – obat yang diracik/dicampur.

 
Campuran berbagai obat yang diracik dan dijadikan "puyer" (obat bubuk)
atau dimasukkan ke dalam kapsul atau sirup oleh petugas apotik lazim
disebut compounding. Lima puluh tahun yang lalu pembuatan obat dengan 
cara racikan ini dikerjakan pada 60% resep dokter, namun di luar negeri resep 
racikan ini turun tinggal 1% sekarang. Di Indonesia, termasuk Siloam 
Gleneagles Hospital Lippo Karawaci (SGHLK) resep puyer untuk anak 
masih sering sekali dijumpai. Setiap hari rata-rata apotik SGHLK 
membuat 130 resep puyer untuk memenuhi permintaan resep dokter.
 
 Mengapa dokter sering meresepkan obat puyer?
 
 Peresepan obat puyer untuk anak di Indonesia sangat sering dilakukan
 karena beberapa faktor yaitu:
 
 1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan anak secara lebih tepat.
 
 2. Biayanya bisa ditekan menjadi lebih murah.
 
 3. Obat yang diserahkan kepada pasien hanya satu macam, walaupun
 mengandung banyak komponen.
 
 
 
 Apa masalah yang ditimbulkan pembuatan obat racikan bentuk puyer?
 
 Dewasa ini peresepan obat puyer di negara maju sudah sangat berkurang
 karena:
 
 1. Kemungkinan kesalahan manusia dalam pembuatan obat racik puyer ini
 tidak dapat diabaikan, misalnya kesalahan menimbang obat, atau membagi
 puyer dalam porsi2 yang tidak sama besar. Kontrol kualitas sulit sekali 
dapat dilaksanakan untuk membuat obat racikan ini.
 
 2. Stabilitas obat tertentu dapat menurun bila bentuk aslinya
 digerus, misalnya bentuk tablet salut selaput (film coated), tablet 
 salut selaput (enteric coated), atau obat yang tidak stabil (misalnya 
asam klavulanat) dan obat yang higroskopis (misalnya preparat yang 
mengandung enzim pencernaan)
 
 3. Toksisitas obat dapat meningkat, misalnya preparat lepas lambat
 bila digerus akan kehilangan sifat lepas lambatnya.
 
 4. Waktu penyediaan obat lebih lama. Rata2 diperlukan waktu 10 
 menit untuk membuat satu resep racikan puyer, 20 menit untuk racikan 
kapsul,sedangkan untuk mengambil obat jadi diperlukan waktu hanya 
kurang dari 1 menit. Kelambatan ini berpengaruh terhadap tingkat 
kepuasan pasien terhadap layanan di SGHLK.
 
 5. Efektivitas obat dapat berkurang karena sebagian obat akan
 menempel pada blender/mortir dan kertas pembungkus. Hal ini terutama
 terjadi pada obat-obat yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, misalnya 
 puyer yang mengandung klopromazin
 
 6. Pembuatan obat puyer menyebabkan pencemaran lingkungan yang 
 kronis
 di bagian farmasi akibat bubuk obat yang beterbangan ke sekitarnya. 
Hal ini dapat merusak kesehatan petugas setempat
 
 7. Obat racikan puyer tidak dapat dibuat dengan tingkat higienis
 yang tinggi sebagaimana halnya obat yang dibuat pabrik karena 
 kontaminasi yang tak terhindarkan pada waktu pembuatannya
 
 8. Pembuatan obat racikan puyer membutuhkan biaya lebih mahal 
 karena menggunakan jam kerja tenaga di bagian farmasi sehingga 
asumsi bahwa harganya akan lebih murah belum tentu tercapai
 
 9. Dokter yang menulis resep sering kurang mengetahui adanya obat
 sulit dibuat puyer (difficult-to compound drugs) misalnya preparat enzim
 
 10. Peresepan obat racik puyer meningkatkan kecenderungan penggunaan 
 Obat irasional karena penggunaan obat polifarmasi tidak mudah diketahui 
oleh pasien.
 
 
 Bagaimana mengatasinya?
 
 Dari uraian di atas terlihat bahwa peresepan racikan puyer membawa 
 risiko untuk pasien dan berbagai dampak negatif lainnya. Sebagai 
rumah sakit  yang bercita-cita mencapai standar internasional, 
khususnya dalam melindungi keselamatan pasien, maka di RSSG 
frekuensi penulisan resep dan pembuatan obat racikan ini perlu 
diupayakan untuk dihapus.
 
 Komite Farmasi dan Terapi SGHLK menganjurkan agar penulisan resep obat
 racik puyer dan pembuatannya dibatasi hanya untuk kebutuhan obat yang
 tidak tersedia dalam bentuk formulasi untuk anak atau bila untuk 
 sementara tidak tersedia di pasaran. Obat-obat untuk anak yang 
tersedia dalam  bentuk obat sirup atau tetes misalnya amoksisilin, 
ibuprofen, parasetamol, teofilin, bromheksin, dll. seyogyanya 
tidak lagi diresepkan dalam bentuk racikan puyer.
 
 Untuk membantu para dokter mengetahui obat apa saja untuk anak yang
 tersedia dalam bentuk formulasi pabrik, bagian farmasi akan menyediakan 
daftar obat2 tersebut kepada para dokter di SGHLK. Kelak diharapkan 
semua kebutuhan obat untuk anak dapat dipenuhi berdasarkan obat 
formulasi pabrik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Narsizzz..... ^_^

You Love Me