Minggu, 09 Januari 2011

PERAN DAN KOMPETENSI ASISTEN APOTEKER

 Akhir – akhir ini telah timbul polemik tentang siapa, apa dan bagaimana peran seorang Asisten Apoteker, terutama untuk pekerjaan pelayanan kefarmasian ( Pharmaceutical care ) yakni satu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Asisten apoteker sebenarnya bukanlah gelar akademis, tetapi sebutan untuk orang yang bekerja membantu apoteker dalam kerja profesi farmasi. Sering ada terjadi bahwa seorang apoteker di apotik bekerja sebagai asisten (pembantu) apoteker lain yang menjadi APA di apotik itu. Malah ada pula apoteker menjadi apoteker pendamping yang bertugas membantu APA di apotik tersebut.

Dalam Permenkes No. 679/2003 seolah terkesan asisten apoteker adalah “ gelar “ yang diberikan kepada lulusan untuk sekaligus tiga jenis institusi pendidikan yang berbeda kurikulum kompetensinya dan stratanya.


Profesi apoteker ( dulu dikenal dengan istilah “polyvalent” ) dapat dilaksanakan diberbagai bidang pekerjaan, seperti apotik, industri, distribusi, litbang, pengawasan mutu, dll. Kesemua bidang ini dalam kerja profesi apoteker memerlukan pembantu yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
Jika kita pahami masalahnya, tentu tidak sulit memperjelas mana asisten apoteker untuk membantu apoteker di laboratorium sebagai analis farmasi dan makanan, mana yang berkompetensi membantu apoteker dalam pelayanan farmasi di apotik, di industri, di litbang, dst.Sejarah dan latar belakang asisten apoteker.
Di Indonesia, pada zaman Hindia Belanda sudah ada pendidikan asisten apoteker. Semula asisten apoteker dididik di tempat kerjanya di apotik oleh apoteker Belanda. Setelah calon tersebut memenuhi syarat maka diadakanlah ujian pengakuan bertempat di Semarang, Surabaya dan Jakarta. Warga Indonesia asli yang lulus pertama ujian di Surabaya adalah pada thn 1908. Menurut buku Verzameling Voorschriften Thn 1936 yang di keluarkan D.V.G dapat diketahui bahwa dengan keputusan pemerintah Belanda No.38 thn 1918 dan diperbaharui dengan Kep No. 15 thn 1923 ( Stb. No. 5 ) dan Kep No.45 thn 1934 (Stb 392) didirikanlah Sekolah Asisten Apoteker dengan nama“Leergang voor de opleiding van apothekers-bedienden onder de naam van apothekers-assistentenschool“. Syarat pendidikan dasarnya Mulo bag B (setara SMP PaspaL). Pada waktu itu jumlah murid sangat dibatasi dan jumlah yang diluluskan juga dibatasi sampai hanya 20% (luar biasa ketatnya).

Pada zaman pendudukan Jepang, sekolah asisten apoteker baru dimulai lagi pada tahun 1944 di Jakarta, lamanya hanya 8 bulan dan hanya dua angkatan. Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia membuka sekolah asisten apoteker di beberapa kota seperti Yogyakarta, Jakarta dan beberapa ibukota provinsi lainnya.

Jadi melihat sejarahnya memang semula asisten apoteker diadakan untuk membantu kerja apoteker Belanda yang bekerja di apotik pada waktu itu sangat kurang jumlahnya. Sekarang di Indonesia ternyata masih diperlukan mungkin karena apoteker sangat jarang berada di apotik selama waktu buka apotik.

Kita ingin membahas untuk menjawab dua pertanyaan pokok. Pertama, apakah tenaga menengah farmasi asisten apoteker ( lulusan SMF/SAA ) untuk pharmaceutical care masih diperlukan. Atau seperti tuntutan pihak tertentu, pelayanan tsb harus dilakukan oleh tenaga lulusan JPT ? Istilah asisten berasal dari kata assistent ( bahasa Belanda) yang artinya pembantu, asisten, wakil ( A.L.N. Kramer Sr. Kamus Belanda).

Untuk menjawabnya kita lihat ke negeri yang melahirkan tenaga asisten apoteker, yakni Negeri Belanda. Kenyataannya dalam sistem pelayanan kefarmasian di apotik di Belanda, saat ini masih menggunakan tenaga asisten apoteker sebagai pembantu kerja apoteker. Asisten apoteker disebut tenaga menengah karena dasar pendidikan umum dari jalur MAVO, Middelbaar Algemeen Vormend Onderwijs ( setingkat SMP plus, yakni SD +4 thn ) lalu dididik 3 tahun di MBO, Middelbaar Beroeps Onderwijs (setingkat SMK) bidang farmasi. Dalam sistem pendidikan nasional mereka memang sudah ada pengarahan bakat dan minat mau kemana siswa akan melanjutkan pelajaran. Kalau mau ke akademi, maka liwat jalur HAVO, Hoger Algemeen Vormend Onderwijs ( SD plus 5 tahun). Untuk ke perguruan tinggi maka harus lewat jalur VWO, Voorbereidend Wetenschappelijk Onderwijs (setara SMA). Pemilihan jalur itu tergantung prestasi akademik siswa sendiri dan ditetapkan oleh sekolahnya. Memang ini karena pemerintah Belanda punya program bahwa hanya sekitar 30 % siswa bisa ke perguruan tinggi. Sejumlah 70 % diarahkan ke pendidikan kejuruan dan keterampilan yang sangat banyak butuh tenaga kerja.

Di Indonesia dalam Undang - Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah ditetapkan wadah Sekolah Menengah Kejuruan, dimana telah ditetapkan pula pada bidang keahlian Kesehatan, program keahlian Farmasi. Ini memantapkan bahwa asisten apoteker adalah produk pendidikan menengah setara SMK ( seperti sistem di Negeri Belanda saat ini)
Didalam beberapa kesempatan, pejabat Diknas sering menyampaikan bahwa ratio pendidikan antara SMA dan SMK saat ini adalah 70 : 30 dan akan dibalik menjadi 70 SMK dan 30 SMA. Ini berarti secara logika bahwa pendidikan menengah kejuruan farmasi ( SMF /SMK Far ) akan lebih ditingkatkan jumlah dan kualitasnya pada masa mendatang.

Jadi, jangan dipandang sebelah mata untuk peran dari seorang farmasis...
peran farmasis sangat penting dan tidak hanya seorang dokter yg berperan dalam dunia kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Narsizzz..... ^_^

You Love Me