Yang Termasuk Parameter Kualitas Obat, antara lain:
- Keamanan (Safety)
- Kemanjuran (Efficacy)
- Kestabilan (Durability)
- Keajegan / Ketersediaan di pasaran (Reliability)
- Kemudahan penggunaan (Easybility)
- Kenyamanan pemakaian (Comfortability)
1. KAITAN
FORMULASI DENGAN KEAMANAN (Safety):
Pada dasarnya senyawa-senyawa obat adalah racun.
Efek racun obat dapat muncul disebabkan oleh dosis yang berlebih, atau dosis
yang kurang (dalam kasus resistensi antibiotika), hasil metabolit obat dalam
tubuh (akibat rute pemberian yang digunakan), hasil interaksi zat aktif obat
dengan eksipien atau efek racun yang muncul akibat ketidakstabilan bahan aktif
obat selama proses pembuatan.
Dalam formulasi dosis harus dihitung dengan cermat.
Dosis dalam satuan sediaan harus mempertimbangkan dosis bahan baku zat aktif
obat, rentang berat satuan sediaan (misal rentang berat tablet 500 mg 5%).
Tujuannya adalah agar diperoleh dosis yang tepat, tidak berlebih (berbahaya
pada obat dengn jendela terapi yang sempit) dan juga tidak kurang (resiko
resistensi pada antibiotik). Kepentingan penghitungan dosis juga terlihat pada
saat memformulasikan sediaan sustained/controlled release. Dosis satuannya
harus dihitung berdasarkan dosis awal dan dosis pemeliharaan serta rentang
waktu pemberian dosis berikutnya.
Dalam memformulasikan sediaan obat harus
dipertimbangkan juga adanya hasil metabolit yang toksik yang terjadi akibat
rute pemberian yang digunakan. Misalkan pada rute pemberian secara oral suatu
obat diuraikan oleh enzim pencernaan menjadi metabolit yang toksik, maka
seharusnya obat tersebut tidak diformulasikan untuk pemakaian oral, tetapi melalui
rute lain bila memungkinkan.
Interaksi bahan aktif obat dengan eksipien yang
digunakan dalam pembuatan sediaan yang menghasilkan efek toksik juga harus
menjadi pertimbangan dalam memformulasikan suatu sediaan karena hal ini
menyangkut keamanan pemakai.
Faktor ancaman terhadap keamanan pemakai obat yang
berhubungan dengan proses pembuatan misalnya adalah pada pencetakan tablet
suatu antibiotik yang merupakan polimorf, dimana bentuk kristal yang tidak
aktif farmakologis dapat muncul selama pencetakan tablet. Hal ini mengurangi
aktivitas farmakologi antibiotik tersebut yang kemungkinan dapat memicu
terjadinya resistensi. Apalagi bila akibat pencetakan yang terjdi adalah bentuk
kristal yang aktif farmakologis tapi toksik.Untuk itu sebaiknya antibiotika
tersebut tidak diformulasikan menjadi bentuk tablet melainkan dapat diganti
menjadi kapsul.
Contoh lain kaitan formulasi dengan keamanan adalah
larutan injeksi harus dibuat isotoni dan bebas pirogen. Bila larutan hipotoni
harus ditambahkan zat pengisotoni, dan agar bebas pirogen dilakukan sterilisasi
dengan metoda yang sesuai.
Obat tetes mata yang ‘multiple dose’ pada
formulasinya harus dimasukkan komponen pengawet, karena penggunaan ‘multiple
dose’ selama penyimpanan kemungkinan terkontaminasi bakteri, sehingga bila
diteteskan ke mata akan menyebabkan infeksi, jadi harus ditambahkan pengawet
yang sesuai.
2. KAITAN
FORMULASI DENGAN KEMANJURAN (Efficacy):
Obat secara umum ditujukan untuk mengobati penyakit
atau mengatasi kelainan fisiologis tubuh, karena itu yang diharapkan tujuan
tersebut tercapai setelah minum obat selama beberapa waktu tertentu. Agar
tujuan tersebut tercapai maka bahan aktif obat dalam sediaan obat yang
digunakan oleh konsumen harus dapat mencapai tempat kerja obat di dalam tubuh
dalam jumlah yang efektif dan obat bertahan di situ sampai pelepasan obat
tuntas, baru kemudian terjadi eliminasi obat dari tubuh.
Karena itu formulasi bentuk sediaan obat harus
mengusahakan agar obat yang dibuat dan dikonsumsi melalui rute yang sesuai
untuk bentuk sediaannya dapat mencapai tempat kerjanya dalam jumlah yang
efektif, dan bertahan di tempat kerja sampai pelepasan obat sempurna sebelum
akhirnya obat dieliminasi dari tubuh.
3. KAITAN
FORMULASI DENGAN KESTABILAN (Durability):
Bahan aktif obat umumnya didisain menjadi bentuk
sediaan, proses produksinya umumnya dilakukan oleh industri pembuat obat. Dari
bahan aktif obat, diproduksi, dikemas, didistribusikan ke pasar hingga akhirnya
sampai ke konsumen untuk digunakan memerlukan waktu yang cukup lama. Karena itu
dalam memformulasikan suatu bentuk sediaan obat harus dipertimbangkan
stabilitas bahan aktif obat, juga eksipiennya, agar sediaan obat tetap bertahan
memiliki efek farmakologis sampai batas waktu penggunaannya. Studi stabilitas
bahan aktif yang harus dilakukan dalam memformulasikan suatu sediaan obat
antara lain stabilitas terhadap okidasi, fotolisis, hidrolisis, panas atau suhu
pada saat penyimpanan dan transportasi obat, dan stabilitas selama berantaraksi
dengan eksipien .
4. KAITAN
FORMULASI DENGAN KEAJEGAN/ Ketersediaan
di pasaran (Reliability):
Keajegan yang dimaksud di sini adalah keajegan
pasokan di pasaran yang terkait dengan aktivitas memformulasikan suatu sediaan.
Sediaan obat umumnya diproduksi dalam skala besar di industri farmasi. Bahan
baku obat di Indonesia saat ini banyak yang sudah merupakan produksi lokal,
tetapi banyak juga yang masih impor. Dalam membuat formula sediaan dalam hal
ini harus mempertimbangkan pemilihan bahan baku zat aktif dan eksipien yang
mudah diperoleh di pasaran karena pasokan dari pembuat bahan baku lancar.
Terutama untuk bahan baku yang harus diimpor. Karena itu dalam pengembangan
formulasi perlu dicoba beberapa formula yang menggunakan bahan baku yang
berasal dari beberapa pabrik yang berbeda, kemudian sediaan jadinya diuji penampilan
fisik, uji yang berhubungan dengan bentuk sediaan yang dibuat, uji ketersediaan
hayati, dan stabilitasnya. Dari beberapa formula yang menghasilkan sediaan yang
baik pada skala produksi semestinya dipilih formula yang pasokan bahan bakunya
lancar agar setiap saat pasar menghendaki sediaan itu dapat ajeg diproduksi.
5. KAITAN
FORMULASI DENGAN KEMUDAHAN PENGGUNAAN (Easybility):
Pada masa kini formulasi sediaan farmasi tidak hanya
ditujukan untuk membuat sediaan yang dianggap konvensional tetapi diarahkan
untuk membuat sistem penyampaian obat (drug delivery sistem) agar tujuan
pengobatan tercapai. Salah satu pertimbangan yang digunakan dalam pengembangan
sistem penyampaian obat adalah kemudahan penggunaan bagi pasien. Contohnya
adalah formulasi sediaan ‘oral sustained/controlled release’ tujuannya antara
lain agas mengurangi frekuensi penggunaan obat yang biasanya tiga kali sehari
menjadi satu kali sehari. Contoh lain adalah pengembangan obat-obat anti TBC
yang sekarang dikembangkan menjadi FDC Tablet (fixed dose composition tablet)
yang dapat terdiri dari 2,3 atau 4 komponen obat anti TBC yang diformulasikan
dalam satu tablet. Hal ini ditujukan agar pasien tidak repot setiap kali harus
meminum 2-4 obat sekaligus, dan hal ini juga bermanfaat agar kepatuhan pasien
dalam meminum obat terjaga. Perkembangan Transdermal Drug Delivery System
sekarang ini antara lain juga dengan mempertimbangkan agar pemakaiannya bagi
pasien menjadi lebih mudah.
6. KAITAN
FORMULASI DENGAN KENYAMANAN PENGGUNAAN (Comfortability):
Hal ini merupakan hal klasik yang menjadi
pertimbangan dalam memformulasikan sediaan farmasi. Untuk sediaan pemberian
oral agar pasien / konsumen (terutama segmen anak-anak) merasa nyaman
menggunakan maka perlu ditambahkan ‘flavouring agents’ selama penembahannya
tidak mempengaruhi kerja dan stabilitas bahan aktif obat. Untuk menutup bau dan
rasa yang pahit pada sediaan oral padat maka diformulasikan dalam bentuk kapsul
atau tablet bersalut. Untuk menghindari efek samping iritasi lambung dapat
diformulasikan bahan aktif obat bersama-sama dengan bahan aktif yang dapat
mengatasi iritasi lambung. Formulasi obat-obat kontrasepsi berbentuk ‘patch’
ditujukan untuk mengganti bentuk susuk yang pemakaiannya lebih tidak nyaman
bagi pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar