PENDAHULUAN
Disolusi secara umum didefinisikan sebagai proses melarutnya zat padat (dalam zat cair). Sedangkan tablet menurut Farmakope Indonesia edisi ketiga adalah sediaan padat, kompak, berbentuk silinder putih dengan kedua permukaan rata atau cembung, mengandung dalam jumlah tertentu satu atau beberapa jenis zat aktif dengan atau tanpa zat tambahan.
Disolusi zat aktif dalam sediaan tablet secara umum dipengaruhi oleh faktor yang menyangkut keadaan tablet itu sendiri dan faktor yang berhubungan dengan peralatan disolusi dan parameter pengujian disolusi.
Faktor yang mempengaruhi disolusi zat aktif dalam sediaan tablet yang menyangkut keadaan tablet itu sendiri meliputi:
a. Sifat-sifat fisikokimia zat aktif itu sendiri
b. Formulasi Tablet (pemilihan pengisi, pengikat, disintegran, lubrikan, zat tambahan lain)
c. Proses Pembuatan (metoda granulasi, gaya kompresi)
Faktor yang mempengaruhi disolusi zat aktif dalam sediaan tablet yang menyangkut peralatan dan parameter pengujian disolusi meliputi:
a. Pengadukan dan kecepatan pengadukan
b. Media disolusi (jenis, pH, viskositas, volume,’sink condition’, deaerasi, suhu dan tegangan permukaan)
Tulisan ini hanya membahas faktor yang mempengaruhi disolusi zat aktif dalam sediaaan tablet yang menyangkut keadaan tablet itu sendiri, dan pemilihan bahan untuk formulasi sehingga diperoleh tablet dengan kecepatan disolusi yang maksimum secara teoritis.
SIFAT-SIFAT FISIKOKIMIA ZAT AKTIF
Kelarutan Zat Aktif:
Kelarutan zat aktif (dalam media air) memegang peranan penting dalam disolusi. Sesuai dengan Rumus Noyes and Whitney yang dimodifikasi sebagai berikut:
R = dc/dt = k.DS/vh . [Cs – Ct] = k1 [Cs – Ct]
pada keadaan ‘sink condition’ persamaan di atas menjadi:
R = k2.Cs
Dimana R = kecepatan disolusi; D=koefisien difusi; S=total luas permukaan partikel ; v=volume media disolusi; h= tebal lapisan difusi; sedangkan k, k1 dan k2 adalah konstanta disolusi pada masing-masing persamaan di atas.
Dari persamaan R = k2 Cs bila dibuat plot antara R dan Cs harus diperoleh garis lurus dengan kemiringan = k2.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Hamlin, et al, pada 45 jenis zat dengan kelarutan yang berbeda disimpulkan bahwa kecepatan disolusi berbanding lurus dengan harga kelarutannya (dalam medium yang sama). Dan secara matematis ditemukan hubungan R = 2,24.Cs, yang berarti kecepatan disolusi berbanding lurus dengan 2,24 kali harga kelarutannya. Jadi kecepatan disolusi akan makin besar pada zat aktif yang harga kelarutannya dalam medium disolusi makin besar.
Pembentukan Garam:
Pembentukan garam merupakan suatu pendekatan yang umum dilakukan dalam usaha untuk meningkatkan kelarutan zat dan kecepatan disolusinya. Hasil studi yang dilakukan oleh Nelson menunjukkan bahwa kecepatan disolusi beberapa asam lemah lebih rendah dibanding kecepatan disolusi garam dari asam-asam lemah tersebut. Karena itu bila dalam formulasi sediaan tablet memungkinkan untuk memilih zat aktif dalam bentuk garamnya, maka ada kemungkinan akan diperoleh kecepatan disolusi yang lebih tinggi.
Ukuran Partikel:
Seperti diketahui kelarutan suatu zat bergantung pada ukuran partikel zat tersebut. Persamaan Ostwald-Freundlich sebagai menyatakan:
ln S sebanding dengan 1/r
dimana S adalah kelarutan zat dan r adalah jari-jari ukuran partikel. Jadi log naturalis kelarutan berbanding terbalik dengan ukuran partikel. Bila ukuran partikel makin kecil (jari-jari kecil) maka harga ln S akan makin besar maka S (kelarutan) akan makin besar juga. Bila kelarutan makin besar maka diharapkan kecepatan disolusi akan bertambah besar pula. Karena itu untuk meningkatkan kecepatan disolusi zat aktif dari tablet bila memungkinkan perlu dilakukan pengecilan ukuran partikel zat aktif sampai tingkat yang mikro. Pengecilan partikel secara ekstrem ini tidak dapat dilakukan secara milling biasa tetapi harus dengan metoda khusus seperti mendispersikan zat aktif dalam pembawa yang larut air seperti larutan PVP.
Keadaan Kristal:
Karakteristik keadaan padat zat aktif seperti amorfisitas, kristalinitas, keadaan hidrasi, solvasi dan struktur polimorfik diketahui memberi pengaruh pada kecepatan disolusi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa bentuk anhidrat memiliki kelarutan yang lebih tinggi daripada bentuk hidratnya, hal ini terbukti pada ampisilin, kalsium sulfat dan teofilin, yang bentuk anhidratnya memiliki kelarutan lebih besar dari bentuk hidratnya, dengan demikian kecepatan disolusinya juga lebih tinggi dari bentuk hidratnya.
Polimorfisme:
Polimorfisme pada zat aktif diketahui potensial memberi perbedaan kecepatan disolusi pada setiap bentuk polimorfnya. Biasanya bentuk-bentuk polimorf memberi kecepatan disolusi lebih baik daripada bentuk stabilnya. Karena itu dalam usaha untuk meningkatkan disolusi zat aktif, bila memungkinkan dipilih bentuk polimorf yang diketahui memberikan kecepatan disolusi terbesar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar